Sabtu, 26 April 2014

Orang Tua dan Anaknya


Setelah sebelumnya mendapatkan kisah inspiratif mengenai seorang pembrondol yang menyekolahkan anaknnya hingga kuliah, kali ini aku mendapatkan kisah luar biasa lagi dari seorang mandor perawatan yang juga telah susah payah menyekolahkan anaknya.

Kebetulan anaknya adalah adik kelasku juga di IPB. Walaupun tak seromantis kisah yang sebelumnya, tapi ada point penting dari kisah ini yang mungkin bisa membuka pikiran kita untuk bisa menjadi lebih baik.

Karena bisa lulus di program beasiswa yang sama, kuliah ini tidaklah menjadi beban besar bagi orang tua. Kalau boleh jujur sebenarnya uang saku yang diberikan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ditambah lagi dengan lumayan besar biaya hidup di Bogor jika dibandingkan dengan Medan sih. *kurang bersyukur sepertinya hehehe. Tapi begitulah kenyataannya, masih banyak mahasiswa yang minta bantuan ke orang tua untuk bisa memberikan tambahan uang saku.

Beliau sempat bertanya mengenai kelakuan anaknya di kampus apakah baik atau tidak. Aku yang kebingungan hanya bisa menjawab pastinya dia lebih dewasa pak dan sudah tau mana yang baik dan mana yang buruk, soalnya jika aku bilang tidak baik nantinya bisa berabe urusannya dan kalau kubilang baik nanti dikira muji-muji anaknya hehehe. Berhubung aku tidak tau pasti maka kusampaikan saja seperti itu hehehe.

“Kalau dia mudah-mudahan lebih dewasa pak dibandingkan dengan adik-adiknya yang lain”.

“Baguslah pak kalau begitu, jadinya kan bapak tidak usah terlalu mikiri keadaannya di Bogor”.

“Iya pak mudah-mudahan bisa membantu adik-adiknya lah nanti jika sudah sukses. Soalnya pak, pernah saya bertanya kepada dia apakah dia punya uang atau tidak, dia bilangnya uangnya masih ada, eh rupanya setelah itu dia langsung menghubungi adeknya untuk minjam uang karena dia segan untuk ngerepotin saya pak, tapi adiknya menyampaikan kepada saya walaupun tanpa sepengetahuan dia pak, makanya sekarang saya selalu ngirimin dia uang walaupun dia bilang kalau uangnya masih ada, karena gitu kenyataannya pak kadang dia lebih memilih kelaparan daripada ngerepotin orang tuanya, iya kita sebagai orang tua tidak tega lah melihat dia seperti itu”, cerita bapak itu dengan logat bataknya hehehe.

Maklum disini kebanyakan orang-orang batak yang bahasanya masih sangat kental.

Begitu singkat cerita Bapak itu tapi begitu banyak makna yang tersirat dalam perbincangan kami. Pertama, sebagai orang tua bagaimana pun keadaannya dia tetap lebih mengutamakan keadaan anaknya walaupun si anak tidak mau merepotkan mereka. Terkadang banyak orang tua yang cerewet kepada anaknya tapi walaupun begitu cerewetnya mereka tidak sebanding dengan besarnya kasih sayang mereka. Aku mengetahui keadaan keuangan orang tuanya mungkin bisa dikatakan pas-pasan, tapi dia tidak peduli dengan keadaan keuangan yang pas-pasan itu asal bukan anaknya yang sampai tidak makan disana gara-gara ingin menghemat uang yang ia punya. Mungkin saja jatah makan orang tuanya yang tiga kali sehari diporsir olehnya menjadi dua kali dan jatah makan satunya disisihkannya untuk uang pesawat anaknya ketika ingin pulang ke kampung halaman. Bagitulah besarnya pengorbanan orang tua untuk harapannya di masa depan yaitu kesuksesan anaknya.

Kedua, sebagai seorang anak sudah seharusnya kita mengerti keadaan orang tua. Aku  salut dengan anak tersebut yang bisa kukatakan sudah cukup dewasa. Memang sudah saatnya kita mandiri dan tidak merepotkan orang tua lagi. Tindakan dia benar-benar  kuacungkan jempol hehehe. Mau sampai kapan kita merepotkan kedua orang tua kita, setidaknya secara perlahan kita harus bisa mengurangi intensitas uang yang diberikan beliau untuk kita. Apalagi jika kita lebih sering menghabiskan uang yang mereka peroleh dengan keringat hanya untuk kepuasan sementara tanpa ada hasilnya. Memang pasti sulit, tapi mari perlahan dan secara bertahap untuk tidak merepotkan mereka lagi. Aku sudah merasakan capeknya kerja dibawah terik matahari, pergi pagi-pagi lalu pulang sorenya hanya untuk anak tercinta tapi apa balasan dari kita? Jujur jika aku terus-terusan seperti itu mungkin hanya bisa mengeluh apalagi gaji tidak sebanding dengan keringat yang keluar. Mereka hanya ingin kita sukses, maka daripada itu ayok berkomitmen untuk bisa sukses dan mulai belajar lebih dewasa.

Untuk saat ini mungkin beliau yang selalu mengirim kita uang saku, tapi tahun depan kita sudah harus bisa mengurangi intensitas uang yang mereka kirim, lalu tahun berikutnya kita sudah tidak bergantung dengan uang kiriman mereka bahkan mungkin sudah bisa mengatakan untuk tidak usah mengirimkan uang saku lagi, dan tahun berikutnya lagi sudah kita lah yang mengirim mereka uang bukan mereka yang memberikan kita uang. Subhanallah Allahu Akbar!!


Tetap semangat teman-teman, semoga kita bisa membuat mereka tersenyum dengan apa yang telah kita lakukan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar