Setelah
sebelumnya mendapatkan kisah inspiratif mengenai seorang pembrondol yang
menyekolahkan anaknnya hingga kuliah, kali ini aku mendapatkan kisah luar biasa
lagi dari seorang mandor perawatan yang juga telah susah payah menyekolahkan
anaknya.
Kebetulan
anaknya adalah adik kelasku juga di IPB. Walaupun tak seromantis kisah yang
sebelumnya, tapi ada point penting dari kisah ini yang mungkin bisa membuka
pikiran kita untuk bisa menjadi lebih baik.
Karena
bisa lulus di program beasiswa yang sama, kuliah ini tidaklah menjadi beban
besar bagi orang tua. Kalau boleh jujur sebenarnya uang saku yang diberikan
masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ditambah lagi dengan lumayan
besar biaya hidup di Bogor jika dibandingkan dengan Medan sih. *kurang
bersyukur sepertinya hehehe. Tapi begitulah kenyataannya, masih banyak
mahasiswa yang minta bantuan ke orang tua untuk bisa memberikan tambahan uang
saku.
Beliau
sempat bertanya mengenai kelakuan anaknya di kampus apakah baik atau tidak. Aku
yang kebingungan hanya bisa menjawab pastinya dia lebih dewasa pak dan sudah
tau mana yang baik dan mana yang buruk, soalnya jika aku bilang tidak baik
nantinya bisa berabe urusannya dan kalau kubilang baik nanti dikira muji-muji
anaknya hehehe. Berhubung aku tidak tau pasti maka kusampaikan saja seperti itu
hehehe.
“Kalau dia
mudah-mudahan lebih dewasa pak dibandingkan dengan adik-adiknya yang lain”.
“Baguslah pak
kalau begitu, jadinya kan bapak tidak usah terlalu mikiri keadaannya di Bogor”.
“Iya pak
mudah-mudahan bisa membantu adik-adiknya lah nanti jika sudah sukses. Soalnya
pak, pernah saya bertanya kepada dia apakah dia punya uang atau tidak, dia
bilangnya uangnya masih ada, eh rupanya setelah itu dia langsung menghubungi
adeknya untuk minjam uang karena dia segan untuk ngerepotin saya pak, tapi
adiknya menyampaikan kepada saya walaupun tanpa sepengetahuan dia pak, makanya
sekarang saya selalu ngirimin dia uang walaupun dia bilang kalau uangnya masih
ada, karena gitu kenyataannya pak kadang dia lebih memilih kelaparan daripada
ngerepotin orang tuanya, iya kita sebagai orang tua tidak tega lah melihat dia
seperti itu”, cerita bapak itu dengan logat bataknya hehehe.
Maklum disini
kebanyakan orang-orang batak yang bahasanya masih sangat kental.
Begitu
singkat cerita Bapak itu tapi begitu banyak makna yang tersirat dalam
perbincangan kami. Pertama, sebagai orang tua bagaimana pun keadaannya dia tetap
lebih mengutamakan keadaan anaknya walaupun si anak tidak mau merepotkan
mereka. Terkadang banyak orang tua yang cerewet kepada anaknya tapi walaupun
begitu cerewetnya mereka tidak sebanding dengan besarnya kasih sayang mereka.
Aku mengetahui keadaan keuangan orang tuanya mungkin bisa dikatakan pas-pasan,
tapi dia tidak peduli dengan keadaan keuangan yang pas-pasan itu asal bukan
anaknya yang sampai tidak makan disana gara-gara ingin menghemat uang yang ia
punya. Mungkin saja jatah makan orang tuanya yang tiga kali sehari diporsir
olehnya menjadi dua kali dan jatah makan satunya disisihkannya untuk uang
pesawat anaknya ketika ingin pulang ke kampung halaman. Bagitulah besarnya
pengorbanan orang tua untuk harapannya di masa depan yaitu kesuksesan anaknya.
Kedua,
sebagai seorang anak sudah seharusnya kita mengerti keadaan orang tua. Aku salut dengan anak tersebut yang bisa kukatakan
sudah cukup dewasa. Memang sudah saatnya kita mandiri dan tidak merepotkan
orang tua lagi. Tindakan dia benar-benar kuacungkan jempol hehehe. Mau sampai kapan
kita merepotkan kedua orang tua kita, setidaknya secara perlahan kita harus
bisa mengurangi intensitas uang yang diberikan beliau untuk kita. Apalagi jika
kita lebih sering menghabiskan uang yang mereka peroleh dengan keringat hanya
untuk kepuasan sementara tanpa ada hasilnya. Memang pasti sulit, tapi mari
perlahan dan secara bertahap untuk tidak merepotkan mereka lagi. Aku sudah
merasakan capeknya kerja dibawah terik matahari, pergi pagi-pagi lalu pulang
sorenya hanya untuk anak tercinta tapi apa balasan dari kita? Jujur jika aku
terus-terusan seperti itu mungkin hanya bisa mengeluh apalagi gaji tidak
sebanding dengan keringat yang keluar. Mereka hanya ingin kita sukses, maka
daripada itu ayok berkomitmen untuk bisa sukses dan mulai belajar lebih dewasa.
Untuk
saat ini mungkin beliau yang selalu mengirim kita uang saku, tapi tahun depan
kita sudah harus bisa mengurangi intensitas uang yang mereka kirim, lalu tahun
berikutnya kita sudah tidak bergantung dengan uang kiriman mereka bahkan
mungkin sudah bisa mengatakan untuk tidak usah mengirimkan uang saku lagi, dan
tahun berikutnya lagi sudah kita lah yang mengirim mereka uang bukan mereka
yang memberikan kita uang. Subhanallah Allahu Akbar!!
Tetap
semangat teman-teman, semoga kita bisa membuat mereka tersenyum dengan apa yang
telah kita lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar