Julius
adalah sebuah nama yang diberikan kepadaku kurang lebih 20 tahun yang lalu
tepatnya tanggal 12 Juli 1994 (promosi ulang tahun) hehehe. Aku sempat bertanya
tentang arti dari namaku sendiri, kenapa aku memiliki nama yang begitu simpel
dan singkat hehehe. Lalu orang tuaku memberitahu bahwa nama itu diberikan
karena aku dilahirkan di bulan Juli, emmm begitu simpel jawaban kedua orang
tuaku sih, ya sesuai dengan simpelnya namaku hehehe.
Ketika aku ditanya oleh setiap orang tentang siapa
namaku lalu aku menjawabnya bahwa namaku adalah “Julius”. Itu sajakah? Nama
panjangnya siapa?
“Julius
doang” atau kadang aku biasa menjawabnya dengan “Julus aja, Julius tok!”.
Sebenarnya
terdapat sedikit pertanyaan kenapa namaku begitu simpel, padahal setiap orang
tua selalu memberikan nama terbaik untuk anaknya, yang biasanya dibalik nama
tersebut adalah doa ataupun harapan dari orang tuanya. Setiap nama seorang anak
pasti ada yang unik, panjang, bermakna, dan lain-lain tapi berbeda denganku.
Itulah yang membuatku terkadang merasa iri.
Julius,
emm mungkin namaku identik dengan seorang bangsa Romawi atau yang lebih dikenal
dengan nama Julius Caesar, atau adapula yang menyamakan namaku dengan seniman
Indonesia yaitu Julius Sitanggang, Ya itulah mungkin yang ada dibenak setiap
orang jika mendengar nama Julius. Atau mungkin orang tuaku berharap aku bisa
menjadi seseorang yang berpengaruh seperti Julius Caesar dan Julius Sitanggang
kali ya hehehe.
Ada hal
yang unik dibalik namaku ini, mungkin jika seseorang yang bernama Julius di
dunia ini adalah seorang non Muslim, tapi berbeda denganku, aku adalah
seseorang yang bernama Julius dan aku adalah seorang Muslim. Aku terlahir dari
seorang pria luar biasa yang bernama Kasan Tan, beliau adalah orang keturunan Tionghoa
dan seorang wanita perkasa yang bernama Nurcahaya Gultom yang merupakan
keturunan Batak. Fisikku sendiri mungkin lebih pas jika dikatakan keturunan
Tionghoa, mungkin karena mata sipitku ini hehehe.
Seorang
ayah yang merupakan keturunan Tionghoa yang lebih identik dengan agama Buddha,
dan seorang ibu yang merupakan keturunan Batak yang mungkin lebih identik
dengan kaum Nasrani, tapi aku adalah seorang Muslim emm mungkin banyak orang
yang bertanya-tanya tentang diriku, apalagi jika seseorang yang baru mengenalku
dan melihatku berada di mesjid mungkin dalam benakknya ini di mesjid ada anak
mualaf ya, lalu ia datang berkenalan denganku dan menanyakan namaku.
“Namaku
Julius”.
Mungkin
setelah itu dia langsung spot jantung dengar namaku. Mungkin dalam benaknya,
“Anak ini muka cina, nama romawi gitu kayak orang non Muslim, tapi ke mesjid
-____-” ”.
Setelah lama kenal dia baru bilang, “Eh maaf
ya dulu itu aku kira kamu non Muslim loh dari nama dan wajahnya keliatannya
begitu, eh kok masuk mesjid, ternyata kamu Muslim”.
“Kamu
sih mungkin udah orang ke-1000 yang bilang gitu”, ya begitulah jawabanku setiap
kali ada yang ngomong begitu walaupun aku tak tau dia orang ke berapa, mungkin
sudah seribu lebih ya sekarang, tapi tetep aja kubilang kamu orang ke-1000
hehehe.
Sebenarnya nama lengkapku adalah Julius Tan.
Tan sendiri adalah sebuah marga yang diturunkan dari ayahku. Katanya sih setiap
orang Tionghoa itu pasti punya nama Tionghoanya. Emm dan Alhamdulillah di balik
simpelnya namaku aku punya nama yang keren, ya bagiku sih keren hehehe. “Chen
Guo You”, iya itu lah nama lainku. Chen adalah sebuah marga, kalau bahasa
Indonesianya “Tan” dan kalau Mandarinnya adalah ”Chen”. Guo itu memiliki arti
negara sedangkan You adalah sahabat. Jadi makna dari nama Chen Guo You itu
adalah sebuah negara yang bersahabat. Kalau nama ini sendiri adalah nama
diberikan oleh ayahku dikarenakan beliau masih memegang budaya Tinghoa yang ia
percayai, mungkin dia ingin anaknya bisa berkembang seperti sebuah negara yang
bisa menaungi jutaan rakyatnya dan juga menjadi seseorang yang bersahabat
dengan setiap orang, kayaknya sih hehe. Ya walaupun pelafalannya agak sulit ya
“Chen Guo You”, tapi aku sangat suka akan nama itu.
Aku punya sebuah sejarah hidup yang buruk
dengan namaku ini. Aku sempat ingin menghilangkan marga “Tan” yang ada pada
diriku dengan tidak mau menempelkannya di absen, rapot, dan bet nama baju SD ku
kala itu. Aku ingat kala itu aku tidak mau di baju sekolahku ada nama “Tan” aku
hanya ingin nama yang ada di bajuku hanya “Julius”. Kenapa? Kenapa begitu?
Aku sempat malu dengan keadaan namaku,
terutama margaku itu. Aku merasa berbeda sendiri dengan teman-temanku yang
lain. Aku malu ketika aku seorang Muslim tapi aku memiliki marga “Tan”. Aku malu ketika aku seorang Muslim tapi
mataku cipit dan aku memiliki kulit yang putih. Aku sempat berkata kepada ibuku
waktu itu.
“Ma,
Juli ingin punya kulit hitam aja, Juli mau main di terik matahari aja biar
hitam biar tidak keliatan kalau Juli adalah orang Cina”, kataku.
Aku juga
sempat berkaca di depan cermin dan mencoba membuka mataku lebar-lebar agar aku
tidak memiliki mata sipit lagi ya maklum lah namanya juga anak kecil hehehe.
Aku sempat sedih ketika aku mengingat pemikiranku waktu itu. Aku begitu malu
dengan keadaan keturunanku yang mungkin berbeda dengan yang lain. Mungkin
memang iya dulu aku sempat merasakan tekanan sosial dengan nama, fisik, dan
kepercayaanku yang saling bertolak belakang. Ya tapi memang begitulah
perasaanku waktu itu.
Sekarang
aku tidak peduli dengan namaku yang simpel, margaku yang sempat ingin
kuhilangkan saja karena aku tidak mau orang beranggapan kalau aku adalah
seorang Buddhis, fisikku yang tidak cocok dengan orang Muslim lainnya, bagiku
yang terpenting adalah menunjukkan pada semua orang kalau orang yang memiliki
marga “Tan’ juga ada yang seorang Muslim dan bukan Mualaf. Aku bukan seperti
Ustadz Felix Siauw yang memeluk agama Islam di masa dewasanya, aku sudah
menjadi seorang Muslim sejak aku lahir, aku sudah biasa dengan anggapan setiap
orang di awal perkenalanku dengannya, pasti ia memiliki pemikiran yang sama
dengan yang lain. Aku seharusnya bangga dengan namaku yang mungkin lebih mudah
orang mengingatnya. Aku juga tidak ingin menyembunyikan lagi marga yang
kumiliki sekarang. Marga yang diturunkan dari ayahku, aku hanya ingin orang tau
kalau aku yang sukses nantinya adalah seorang yang terlahir dari seorang yang
keturunan Tinghoa dan memiliki marga “Tan”, aku sudah seharusnya bangga dengan
marga yang kumiliki. Saat ini aku sudah ada beberapa orang yang memanggilku
dengan Bapak Tan, walaupun sebenarnya masih agak asing di telingaku, tapi aku cukup
senang akan panggilan itu. Ya setidaknya setiap orang akan tau kalau aku punya
marga itu dan aku bangga dengan marga itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar