Senin, 19 Agustus 2013

Mimpi Yang Terpendam

      Mimpi yang Terpendam
karya :Julius

Bermimpilah setinggi langit di angkasa, begitulah pepatah mengatakan. Sebagai seorang manusia yang lemah yang hanya bisa berikhtiar dan berharap semua mimpi-mimpi itu akan terwujud, Aji seorang anak kecil yang masih berumur 7 tahun mempunyai mimpi-mimpi yang luar biasa untuk dirinya, untuk orang tuanya, dan untuk keluarganya.
***
“Aji.. jika kamu besar nanti pengennya jadi apa?”
“Aku sih pengen jadi dokter ma, nanti kalau mama sakit, papa sakit, abang sakit pokoknya sama Aji gratis deh” jawab Aji sambil tertawa kecil.
Sebuah pelukan hangat dari seseorang yang paling dimuliakan di dunia ini pun dirasakan oleh Aji. Mimpi-mimpi seorang anak yang tergantung begitu tinggi merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi seorang ibu. Cinta seorang ibu itu seperti pupuk yang diberikan untuk tanaman yang dapat menghidupi dan menyuburkan tanaman itu. Seorang petani tak akan membiarkan tanamannya tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya pupuk. Begitu juga seorang ibu, tanpa adanya paksaan, rasa cinta itu pasti tetap ia berikan.
“Apapun mimpimu sayang yang terpenting adalah berguna bagi orang banyak nantinya. Karena yang paling dicintai oleh Allah adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain. Aji punya buku catatan mimpi ngak?” Tanya mama Aji dalam keadaan masih merangkul anaknya.
“Belum ma”
“Nanti mama beliin kamu sebuah buku mimpi, isilah buku itu dengan semua mimpi yang pernah terukir dalam hati dan yakinlah buku ini menjadi saksi akan kesuksesanmu yang terangkai indah seperti kumpulan not yang berhubungan satu dengan yang lain menjadi alunan musik yang begitu indah. Buku inilah yang akan menjadi pil semangatmu ketika perasaan semangat itu merosot turun dan rasa malas itu datang menghampiri.”
“Iya ma, yang terpenting dua orang yang begitu berarti dalam hidup Aji akan terkagum bangga dengan prestasi dari hasil didikan mereka yang penuh dengan kesabaran dan cinta yang terus mengalir tanpa terhenti. Ma, besok kan udah masuk bulan Ramadhan, Aji boleh puasa ma. Aji malu sama teman-teman kalau ditanya Aji puasa atau ngak ” jawab Aji sehingga membuat mamanya tersenyum walaupun kalimat Aji itu sedikit menguncang batin mamanya.
Tenggorokan tiba-tiba tercekat tak bisa berkata sepatah kata pun, hanya anggukan sajalah yang menandakan bahwa ia setuju terhadap keinginan Aji untuk berpuasa besok harinya. Aji pun melompat kegirangan setelah mamanya mengizinkannya puasa. Tahun-tahun sebelumnya mama Aji tidak mengizinkan Aji berpuasa dulu karena keterpaksaan yang sebenarnya tak diinginkan.
Hangatnya cahaya matahri begitu terasa, kicauan burung pun tak henti-hentinya terngiang di telingga, pandangan mama Aji sekejap kosong. Tidak tahu apakah keputusan yang diambil itu benar atau tidak.
Tuhanku….
Dengarlah curahan hatiku..
Apakah kau tahu perasaan yang kurasakan saat ini
Ada rasa takut di dada ini..
Ada rasa yang bergemuruh di setiap langkahku..
Ada rasa harap Engkau akan menghamburkan berkat dan menaburkan rahmat
Sudah saatnya aku menerima resiko dari perbuatanku dan keputusanku di masa lalu
Sebenarya Aji terlahir dari seorang mama yang muslim tapi papanya adalah seorang kafir. Tapi ketika akan menikah mama Aji berjanji kepada dirinya sendiri walaupun saat itu dia mencintai orang yang bukan seagamanya tetapi dia akan mempertahankan agamanya yaitu agama Islam. Begitu juga ketika anaknya nanti dia akan tetap mengajarkan tentang Islam kepadanya yaitu Aji. Beratnya memikul tumpukan kayu tak sebanding dengan beratnya mempertahankan kehidupan islami yang diinginkan. Badai-badai tak memberi kesempatan untuk sang pantai bisa menikmati hari-hari yang indah. Islam juga tak membiarkan umatnya untuk menikmati hidup begitu saja, cobaan-cobaan lah yang menghadirkan harmoni kehidupan itu.
***
“Sahur.. Sahur.. Sahur..”, itulah kalimat-kalimat yang terngiang di pagi dini hari saat itu. Teriakan penuh semangat hadir untuk membangunkan warga di daerah itu untuk bergegas sahur. Kemeriahan itu begitu terasa bagi semua penduduk muslim di dunia. Dinginnya pagi hari pun tidak  melunturkan semangat umat muslim untuk bermalas-malasan dan tidak berpuasa. 
“Aji.. bangun nak udah saatnya sahur, ayok nak cuci mukanya dulu”, kata mama Aji sambil mencoba membangunkan Aji. Aji pun bangun dalam keadaan setengah sadar dan mencuci mukanya lalu ia menuju meja makan. Tiba-tiba dia sedikit kebingungan.
“Papa dimana ma? Papa gak puasa ma?”,
“Papa masih tidur sayang”, jawab mama Aji sambil tersenyum kecil.
“Papa ngak puasa ya ma?”,
“Ayok sayang cepat sahurnya nanti keburu imsyak”, potong mama mengalihkan pembicaraan. Aji pun makan dengan lahap setelah itu ia kembali tidur.
Ketakutan itu datang lagi, lidah ini pun lagi-lagi tak mau berucap, ya Allah mudahkanlah segala sesuatunya ya Allah….
***
Cahaya matahari menyelinap masuk disela-sela dedaunan pagi itu. Bunga pun perlahan-lahan menampakkan kecantikannya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi.
“Aji bangun nak, kamu mau sarapan apa?” kata papa Aji.
“Aji ngak sarapan pa, Aji hari ini puasa bareng mama tadi”, jawab Aji polos.
Setelah mendengarkan itu, papa Aji sedikit tercengang dengan ucapan dari Aji. Aji tak pernah mau untuk puasa biasanya. Ayah Aji langsung meninggalkan Aji dan menemui mamanya.
“Kamu mengajarkan apa sama Aji, kenapa dia sudah ikut-ikut puasa seperti kamu, aku udah memberi kebebasan kepada kamu untuk mengajarkan agamamu itu kepada abangnya Aji, kenapa Aji juga kamu perlakukan begitu’, kata papa Aji kesal.
“Tapi kan pa dia anakku juga, aku hanya ingin dia mendapatkan pengajaran ilmu islam yang sama seperti teman-temannya yang lain”, jawab Mama Aji membela.
Papa Aji pun mengacuhkan ucapan dari mama Aji, seketika kedua tangan papa Aji menampar meja yang didepannya dan ia langsung berangkat kerja dalam keadaan kesal. Mama Aji pun menangis karena terkejut akan hentakan pukulan meja tersebut.
Ya Allah aku hanya ingin menjadi bidadari-bidadari di surga nantinya. Apa aku bisa mencium harum bunga dan bermandian dengan bunga yang lebih indah dari bunga Sakura. Telah kusempurnakan agamaku dengan merajutkan hatiku dengan seorang bidadara. Tapi kusadari dia bukanlah seorang yang mempercayai keagunganmu. Apakah aku tetap dapat menghirup wewangian surgamu nanti dengan keputusanku kala itu.
***
“Ma.. di sekolah tadi Aji ada disuruh untuk baca Al Qur’an dan sholat sama guru agama Aji ma, tapi Aji ngak bisa ma dan ditertawain sama teman-teman” curhat Aji.
Mama Aji mendengarnya pun begitu sedih. Sesungguhnya tubuh ini tak bisa ditipu, helaan nafas ini pun tak bisa menahan air mata ini untuk tidak keluar. Bukan tidak ingin mengajarkan semuanya kepada Aji, tetapi ketakutannya terhadap papa Aji lah yang membuatnya sampai sekarang belum mengajarkannya tentang semua itu. Dari lubuk hati yang paling dalam, ia merasa bahwa ia adalah ibu yang paling berdosa di dunia karena tidak mengajarkan tentang agama kepada anaknya dan telah membuat anaknya menjadi bahan tertawaan teman-temannya.
“Mama kenapa menangis”
“Tidak apa-apa nak, yauda sayang nanti kamu ikut abang aja belajar ngaji, nanti untuk sholat mama yang ngajarin ya, jangan sedih ya sayang”, bujuk mama Aji.
***
Di sore harinya Aji ikut abangnya belajar mengaji bersama guru ngaji yang dipanggil mama Aji kerumah. Dan tiba-tiba papa Aji pulang dan melihat Aji belajar ngaji. Emosi papa Aji pun kembali merajai hatinya. Ia pun langsung menemui mama Aji.
“Kenapa sekarang Aji jadi ikut-ikutan ngaji, pokoknya aku ngak mau liat Aji ngaji lagi besok”. Tegas papa Aji dan langsung pergi ke kamar tanpa berkata sepatah kata pun lagi. Lagi-lagi air mata ini harus turun. Sungguh sangat menyesak hati ini setelah mendengar perkataan dari papa Aji.
Setelah Aji belajar mengaji, mama Aji  memberikan buku mimpi seperti yang ia janjikan kepada Aji.
“Aji ini bukunya, pokoknya kamu tulis apapun yang kamu impikan di buku ini ya sayang, ow ya besok Aji ngak usah belajar ngaji lagi ya sayang, papa ….”, ucap mama Aji dalam keadaan sedih.
“Kenapa papa ma?”
“Papa tidak mau melihat kamu mengaji lagi…”,
“Kenapa gitu ma, papa kok jahat gitu. Yauda ma tidak apa-apa kok ma, daripada mama kena marah lagi nanti”. Jawab Aji walaupun ada sedikit rasa kecewa di hatinya.
“Ya sayang, nanti biar mama aja yang mengajari kamu. Untuk besok kamu juga tidak usah puasa ya nak, tadi papa tahu kalau kamu puasa”, kata mama Aji mencoba untuk menjelaskan kepada Aji.
“Tapi ma, Aji ingin puasa seperti teman-teman,” suasana pun hening menghampiri ruangan itu untuk beberapa detik. “Yauda ma nanti Aji puasanya diam-diam aja di dalam kamar ma, iya ma boleh ya ma”, pinta Aji.
Mama Aji pun mengiyakan permintaan Aji walaupun ia tahu resikonya jika papa Aji tahu akan itu, tapi dia merasa tidak tega melihat anaknya sedih. Kemudian setelah itu Aji pun diajari untuk sholat, mulai dari sholat shubuh hingga isya.
***
Ketika sahur berikutnya mama Aji mengantarkan makanan untuk sahur ke kamar Aji. Aji sahur di kamarnya sendirian dengan mengunci kamarnya agar papanya tidak langsung masuk ketika Aji sedang sahur. Ketika di pagi harinya ia pun berbohong ketika ditanya papanya apakah ia sudah sarapan atau pun belum, Aji selalu mengatakan bahwa dia sudah sarapan untuk menghindari kecurigaan kalau dia sedang puasa saat itu.
.
Ketika sudah sampai di minggu terakhir bulan Ramadhan, Aji sudah mulai bisa untuk sholat dan dia juga tak ketinggalan untuk sholat berjamaah di masjid walaupun secara diam-diam, dia juga sudah menyiapkan strategi ketika papanya bertanya dia kemana, dia meminta mamanya untuk berkata bahwa ia sedang bermain.
Setelah sahur ia langsung bergegas ke masjid untuk sholat, tetapi ketika di masjid, tiba-tiba sebuah musibah menghampirinya, asbes dari bangunan masjid yang sedang direnovasi itu roboh dan mengenai Aji.
Setelah mengetahui itu papa dan mamanya langsung menuju ke masjid. Ketika melihat Aji mereka pun hanya bisa menangis histeris. Siapa yang tak sedih jika melihat anaknya harus pergi meninggalkan mereka terlebih dahulu. Innalillahi wainnalillahi rojiun. Mungkin kalimat itulah yang hanya bisa terucap dari bibir setiap orang setelah kepergian Aji yang begitu cepat.
***
Setelah beberapa hari kepergian Aji, papa Aji masih merasa kesal kepada mama Aji. Dia merasa kecelakaan ini dikarenakan oleh mamanya.
“Buat apa kamu mengajarkan agamamu itu kepada Aji!! Dan kamu lihat akibatnya sekarang kan!!” papa Aji pun langsung pergi dan meninggalkan mamanya menuju kamar Aji. Mama Aji pun tak bisa berkata-kata, dia hanya bisa menangis dan merasa bersalah atas kejadian itu.
Papa Aji memeluk pakaian-pakaian Aji untuk mengenang kenangan manis bersama anaknya tercinta itu. Tiba-tiba di dapatinya sebuah buku yang bertuliskan “Buku Mimpi Aji”, dibukalah buku itu dan dibaca perlahan-lahan oleh papanya.
Bismillahirrohmanirrohim. Mimpi-mimpiku
Memiliki keluarga yang bahagia
Membahagiakan papa dan mamaku
Menjadi dokter
………………..
Papanya terdiam di mimpi Aji yang keempat, tiba-tiba dia menangis. Mimpi keempat, “membuat papa menjadi seorang Muslim dan bisa sholat berjamaah dengan papa, mama dan abang.”
Hati papa Aji tiba-tiba seperti mendapat sebuah goncangan hebat, dia begitu menyayangi Aji, tapi dia tak pernah tahu mimpi Aji itu. Biasanya apapun keinginan Aji pasti ia berikan, tetapi untuk ini dia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Sejenak papa Aji terdiam, dia merasa bersalah akan semua ini, air mata pun menetes perlahan-lahan membasahi di buku itu, langsung dipeluk buku itu oleh papa Aji. Dia menangis lagi dan terus menangis.
“Maafkan papa Ji… maafkan papa ji.. maafkan papa ji….” Papa Aji pun menemui mama Aji yang masih bersedih.
“Ma.. Papa mau belajar tentang Islam, tentang puasa dan tentang sholat sebagaimana yang Aji pernah lakukan.” Mama Aji pun langsung memeluknya dan akhirnya papa Aji pun memeluk Islam bentuk cintanya kepada Aji. TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar