Fulanah
merasa penat dan gelisah. Setahun menalani kehidupan rumah tangga tenyata
terasa berat baginya. Pekerjaan rumah yang menumpuk dari mulai menyapu,
mengepel, mencuci piring dan pakaian, menyeterika baju, memasak dan yang
lainnya, harus ia kerjakan setiap hari tanpa libur atau cuti. Apalagi sebulan
setelah akad dan walimah, dirinya positif berbadan dua. Hari-hari masa
kehamilan diwarnai dengan mual muntah, nyeri punggung, kram kaki dan
‘kebiasaan-kebiasaan’ yang menggejala bagi ibu hamil pun ia
lalui. Pasca melahirkan, kesibukannya pun bertambah dengan
kehadiran si bayi mungil. Dengan masih melekatnya pekerjaan-pekerjaan rumah
tangga sebelumnya, praktis 24 jam waktu yang ia miliki seolah masih sangat
kurang. Semakin seabreg rasanya aktivitas harian. Sebenarnya, suami kadang
membantu sebagian pekerjan itu meski tak banyak. Suaminya memang tak banyak
ia harapkan karena harus membanting tulang mencari nafkah dan sibuk dengan
aktivitas dakwah, bahkan tak jarang harus pergi ke luar kota.
|
Rutinitas
monoton yang ia jalani saban hari membuat fisiknya layu dan jiwanya kering.
Karena jangankan untuk hadir di taklim-taklim penyubur iman dan ilmu, mushaf
Qur’an miliknya pun sudah lama tak tersentuh.
|
Kondisi
demikian memang kerap kita temui. Karena kesibukan setelah menikah apalagi
ditambah punya momongan, seorang akhwat yang dulunya rajin ngaji, semangat taklim,
dan rakus dengan ibadah sunnah, berguguran justru di ‘medan’ mereka yang
sesungguhnya. Pernikahan yang harusnya menjadi penggenap setengah dinnya,
justru menjadi kuburan bagi amal yauminya. Dengan alasan sibuk berkutat dalam
pekerjaan domestik, ibadah tak lebih sekedar sholat lima waktu dengan sisa
waktu dan tenaga.
|
Hadirkan Hati
|
Pada
dasarnya, seluruh pekerjaan rumah tangga yang melelahkan adalah bagian dari
ibadah itu sendiri. Namun, seringkali hal ini kurang disadari dan dimaknai secara
mendalam. Dengan demikian, kita harus berusaha agar selalu menyadari
bahwa aktivitas harian kita yang padat dengan pekerjaan rumah tangga adalah
ibadah, dan niatkanlah untuk ibadah. Kesadaran itu penting, karena itulah
yang membedakan satu pekerjaan dari hanya sekedar rutin menjadi
ibadah. Kata Ibnu Qayyim, ”Orang yang selalu sadar (untuk beribadah) maka
pekerjaan rutinnya ibadah, sedangkan orang yang lupa dan lalai maka ibadahnya
pun baginya merupakan hal rutin dan kebiasaan saja”.
|
Lakukanlah
tugas-tugas kerumahtanggaan dengan penuh kerelaan, kelapangan hati dan penuh
kesadaran bahwa hal itu merupakan ibadah kepada Allah. Hadirkan selalu
hati kita dalam melakukan pekerjaan tersebut. Tanpa kehadiran hati, fisik
yang bekerja tak ubahnya robot yang mekanis.
|
Kita
nikmati saja rutinitas harian kita, karena peran yang kita jalani adalah
sebuah anugerah dari Allah yang tidak diberikan pada semua orang. Menjalani
peran-peran dengan penuh rasa syukur akan membantu kita menemukan
kebahagiaan. Menikmati waktu-waktu kita di rumah tanpa terjebak pada
kebisingan dan hiruk pikuk dunia luar, menikmati waktu kita memasak dengan
variasi menu dan menata rumah secara artistik, menikmati becengkerama dengan
anak-anak dan bermain bersama mereka, semuanya akan menambah keindahan hidup
kita.
|
Apa-apa
yang kita alami dalam letihnya ‘bekerja di rumah’, pada dasarnya juga dialami
oleh seluruh ibu rumah tangga lainnya. Mereka mungkin justru lebih payah
karena jumlah anaknya lebih banyak, kondisi ekonomi yang kurang baik
dibanding kita, atau hal-hal lain yang menunjukkan lebih baiknya keadaan kita
dibanding mereka. Jadi santai saja, tak perlu merasa bahwa kita adalah ibu
rumah tangga yang ‘diperbudak’ oleh pekerjaan rumah tangga dan kita terjebak
di dalamnya. Faktanya, banyak ibu rumah tangga yang menjalaninya dengan baik
kok!
|
Kisah Fathimah
binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam harusnya menjadi renungan bagi
kita. Ia menggiling gandum sendiri untuk membuat kue hingga membekas tebal di
kedua tangannya (kapalan). Bayangkanlah bagaimana seorang putri Nabi dan
istri seorang shahabat yang mulia, harus menggiling, membuat adonan roti dan
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya.
|
Suatu
ketika ia meminta pembantu kepada sang Ayahanda untuk meringankan
pekerjaannya. Sang Ayah pun memberikan yang lebih baik bagi putrinya. “Maukah
aku tunjukkan yang lebih baik bagi kalian berdua daripada seorang pembantu?
Bila kalian berdua hendak berbaring di tempat tidur kalian, bertakbirlah 34
kali, bertahmidlah 33 kali dan bertasbihlah 33 kali. Maka yang demikian itu
lebih baik bagi kalian daripada apa yang kalian minta.”
|
Inilah
wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi putrinya tercinta, Fathimah,
seorang pemmpin para wanita penghuni surga. Ketika ia bermaksud meminta
seorang pembantu untuk meringankan pekerjaannya kepada Ayahandanya. Bukan
pembantu yang Ayahnya berikan, melainkan dzikir yang menenangkan hati dan
pikiran.
|
Siasati dengan baik
|
Di
sela-sela kesibukan kita, masih banyak peluang untuk menjaring amal ibadah
yang bisa menjadi energi untuk mengidupkan ruhiyah dan memberikan asupan
bergizi bagi jiwa. Priortaskan yang wajib, baru yang sunnah. Maksimalkan
kualitas sholat lima waktu dengan khusyu’. Ibarat mandi lima kali sehari,
sholat menjadi penyegar jiwa kita sehari-harinya. Jika sholat fardhu ini bisa
dilaksanakan dengan kualtas yang baik, insya Allah efeknya luar biasa pada
diri kita.
|
Diantara
yang bisa kita lakukan lainnya adalah dengan memanfaatkan sepertiga malam
terakhir untuk qiyamul lail, tilawah, dzikir dan muhasabah. Jadikan
waktu-waktu ini sebagai “me time” (waktu khusus untuk diri kita). Bisa juga
dengan bersama-sama suami. Tentunya, jika suami tidak menghendaki ‘acara
malam’ lain berdua.
|
Jika
merasa berat, kerjakan sedikit-sedikit tetapi rutin. Karena sesunguhnya
amalan yang sedikit tapi kontinyu (terus menerus/rutin) itu lebih disukai Allah.
Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Amalan yang paling dicintai oleh
Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim).
Sempatkan pula sholat dhuha meski hanya dua rakaat. Selain berpahala, sholat
dhuha akan menjadi sarana penenang hati yang efektif di tengah kesibukan. Pun
jika memungkinkan, upayakan untuk menambah sholat fardhu dengan nafilah. Toh,
nambah dua rakaat tak lebih dari 10 menit. Anak rewel? Okelah,
tapi tak setiap sholat anak pasti rewel kan? Sesuaikan saja dengan
kondisi yang ada. Allah paling Tahu kok apakah kita benar-benar berudzur atau
hanya beralasan saja.
|
Sambil
menyelam minum air. Hal ini juga bisa kita terapkan dengan mendengarkan
murottal dan ceramah sambil beraktivitas. Asalkan, memang benar-benar
didengar dan diperhatikan. Karena jika al-Qur’an dibaca, maka kita harus
mendengar dan memperhatikannya dengan baik, bukan sambil lalu. Begitu juga
dengan dengan dzikir, tentu bisa kita lakukan dengan menyambi melakukan
sesuatu.
|
Bagaimanapun,
tarbiyah diri kita juga merupakan tanggung jawab suami. Bicarakan dengan
suami untuk meluangkan waktu—bakda subuh misalnya—setiap sepekan sekali untuk
bermajelis berdua dan memberikan taushiyah maupun taklim kepada kita.
Termasuk pula, membicarakan kesempatan bagi kita untuk hadir di majelis
taklim yang ada diluar.
|
Sebuah
hal yang lumrah dan wajar jika kita merasa lelah, jenuh,
bosan, dan sebagainya. Yang penting, segera atasi perasaan tersebut
dan tidak berlama-lama dibuai olehnya. Sejatinya, medan rumah tangga adalah
medan tempur yang sebenarnya bagi akhawat. Disinilah tahapan yang menguji
kualitas diri dan konsistensi yang dimiliki. Disinilah pertarungan yang
sesungguhnya. Justru ketika menjadi istri, menjadi ibu. Petaruhan sebuah
keistiqamahan. Mari kita jawab tantangan ini. Futur setelah menikah? No Way!
(biidznillah..)
|
Repost: http://ishlah.blogspot.co.id/2013/10/futur-setelah-menikah.html |
dengan cinta hidup menjadi indah, dengan ilmu hidup terasa mudah dengan iman hidup menjadi terarah I Perkebunan Kelapa Sawit '49 IPB I FR Diploma IPB I BEM-J IPB | Anisa Fitriani's
Sabtu, 24 Februari 2018
Futur Pasca Menikah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kenapa bisa bertahan dengan jarak untuk waktu yang lama?? Karena sungguh jarak ini layaknya bumbu pemanis cinta kami berdua.. Terus kali...
-
Hampir 2 tahun berkarir dengan celana pendek, 15 November 2014 - 31 Agustus 2016, akhirnya per 1 September 2016 celanaku kembali panjang lag...
-
Dalam suatu keluarga, ada 3 bersaudara terlahir dalam keluarga tersebut. Yang paling besar namanya Diki, yang kedua bernama Dini, dan yang k...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar