Senin, 31 Desember 2018

Orang Tua

Orang tua, dulu sewaktu membangun rumah tangga, memulainya dengan tidak mudah bahkan beberapa kali mengalami kekurangan. Hingga bisa berada dalam kondisi saat ini, mereka menempuh waktu yang lamanya lebih dari usiaku sekarang. Kini saat kita ingin memulai rumah tangga sendiri, dengan kondisi yang tidak sama persis, tapi paling tidak sama-sama tidak mudah, kenapa ukuran kesiapan itu juga berubah padahal dulu mereka tahu bahwa apa yang dimiliki sekarang adalah perjuangan bersama. Kini, saat ingin memulai perjalanan kita sendiri, mereka cemas dan khawatir, melebihi kekhawatiran kita sendiri. Kini, saat saya sudah menjadi orang tua, saya paham bagaimana memperlakukan anak-anakku nanti ketika mereka ingin memulai "cerita"nya. Semoga kita semua bisa menjadi orang tua yang luas kepercayaan dan keberaniannya. Yang luas keyakinan dan ketenangan hatinya. Agar saat nanti melepas mereka, kita benar-benar paham jika anak itu adalah titipanNya. Bukan milik kita seutuhnya." (Kurniawan Gunadi). Semoga kita menjadi orang tua yang lebih baik setiap harinya


Minggu, 30 Desember 2018

Saling Terikat

Kita saling terkait dengan cara-cara yang sulit kita pahami. Pertemuan kita dengan seseorang. Perasaan kita terhadap seseorang. Kehilangan kita atas seseorang. Bahkan untuk hal-hal di luar pertemuan, tidak saling kenal tapi membaca tulisan-tulisannya. Hidupmu berubah. Selalu ada kaitan yang mungkin baru akan kita pahami nanti, entah kapan. Barangkali, hanya bisa didapatkan oleh mereka yang bersedia utk merenungi hikmahnya. Menyerap kesedihan dan kebahagiaan sebagai bagian dari proses hidup. Entahlah, apakah kamu pernah menghitung berapa banyak manusia yang kamu temui baik sengaja maupun tidak selama satu hari? Di begitu banyak pertemuan itu, di rumah, di jalan, di angkot, di kampus, di warung, di masjid, dimanapun. Kamu tidak mengenal mereka, tapi berpapasannya kamu dengannya hari itu telah mengubah hidupmu, mungkin juga hidupnya… (@kurniawan_gunadi)


Sabtu, 29 Desember 2018

Puteriku

Puteriku, lebih penting untuk mengajarkanmu tentang bagaimana kamu menjadi lebih peka memahami sekitar, memahami keadaan, memahami peran, memahami manusia lain, dan melakukan sesuatu setelahnya. 

Ayah tidak akan mengajarkanmu untuk bagaimana kamu bisa dikenal banyak orang, menjadi tenar, populer, dan dipuja banyak orang. 

Ayah juga akan mengajarkanmu untuk menyelami dunia, tidak hanya hidup dipermukaannya. Mudah bagi kita untuk hidup bahagia, aman, dan tentram yaitu dengan cara memikirkan diri kita sendiri saja. 

Tapi tidak dikeluarga kita, ayah akan mengajakmu menyelami dunia ini. Itu berarti kita akan belajar menyelam tidak hanya berenang, belajar menghadapi tekanan juga hal-hal tak terduga di kedalamannya. Intinya, hidup kita mungkin tidak akan lebih mudah dari yang lain. Tapi itu berarti kita akan mampu memahami dunia ini beserta isinya. 

Boleh jadi dunia ini riuh di permukaannya saja, tawa canda dan segala sesuatunya akan terasa semu saat kita bisa menyelami dalamnya, makna yang sebenarnya. Kita akan menemukan banyak hal, menemukan makna, dan mengerti jika kehidupan ini tidak hanya untuk mencari keselamatan sendiri. @kurniawan_gunadi 

Setelah Pernikahan

Setelah pernikahan, tak semua barangkali sesuai yang kita bayangkan sebelumnya. Akan ada hal-hal yang membuat kita merasa bangga berlebihan. Akan ada hal-hal yang membuat kita kecewa. Di sanalah kalian diuji untuk tetap setia pada janji. Cinta pada dasarnya tak punya bentuk, rasa, warna. Tetapi sebenarnya kita tetap bisa meraba juga menatapnya. Kadang-kadang, cinta hanya perlu seikat bunga, sebuah ucapan ucapan, pelukan atau semacam perayaan sederhana. Maka menjelmalah ia menjadi senyum atau airmata yang hanya punya satu nama: Kebahagiaan. (Fahd Pahdepie - Rumah Tangga). Buku rekomendasi buat yang akan menjalani ataupun sedang menjalani rumah tangga. 


2019 Lebih Baik

Instagram mah pencitraan doang, keliatannya romantis, padahal aktualnya memang romantis hehe, tapi prosesnya pasti tak mudah, selisih pendapat mah sering, ngambekannya ganti-gantian. Rumah tangga memang gitu ya, kalau lurus aja gak seru, kalau belok-belok terus lebih gak seru sih, hehe. Yang penting positif thinking aja kitanya, saling belajar, saling ingetin, saling nasehatin. Bismillah menuju rumah tangga yang lebih baik #2019lebihbaik



Mau Dibawa Kemana Hidup Ini

Hari-hari dilewati, tanpa ada kesan yang ternikmati. Mau dibawa kemana hidup ini, tanpa adanya arti. Kita terlalu sering terbawa arus zaman, tapi kadang lupa hakikat kita sebagai seorang muslim. Puasa, zakat, sedekah, dhuha, tahajud, bahkan sholat pun kadang terlewati. Hari ini hanya sama seperti hari kemarin, bahkan lebih buruk dari hari kemarin, tapi tidak ada yang merasa rugi sama sekali. Perbaikan diri tak seperti makanan instant, ia butuh proses, ia butuh kemauan, ia butuh perjuangan. Jangan terlalu lama terlarut akan masa lalu yang tak akan pernah terulang, ambil keputusan hari ini, jadikan diri ini lebih baik dari diri kita sebelum-sebelumnya. 


Adab Minum

Adab minum yang sering kita lupakan. 

1. Janganlah kita minum dalam keadaan berdiri walaupun ia dibolehkan tetapi ia makruh yang menghampiri kepada haram. Anas juga berkata: “Rasulullah SAW telah melarang minum sambil berdiri”. (HR Muslim) 

2. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) mengajar untuk kita makan dan memegang bekas minuman menggunakan tangan kanan dan melarang umatnya menggunakan tangan kiri kerana ia adalah sifat syaitan dan ciri-ciri orang yang bongkak . 

Dari Jabir r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda; “Jangan engkau makan dengan (tangan) kirimu, sesungguhnya syaitan itu makan dan minum dengan (tangan) kirinya.” (HR Muslim), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ; “Jika salah seorang dari kamu hendak makan, hendaklah makan dengan tangan kanan. Dan apabila ingin minum, hendaklah minum dengan tangan kanan. Sesungguhnya syaitan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim) 


Bahagia Bersama

Bahagia bersama.. 
Kehadiran si kecil tak sepenuhnya berakhir dengan kebahagiaan. Ada sesekali masa dimana kita jenuh, dan ingin meluangkan waktu untuk kebebasan kita sendiri. Bebas dari rutinitas seorang ibu yang mengurus anak dan suami, bebas masak, bebas bersih-bersih dan sebagainya. Biasa si ibu sering menyebutnya "Me Time". Tapi tak selamanya melepas penat itu hanya dengan "Me Time", pergilah dengan keluarga kecilmu, sekedar berbelanja bersama, berlibur bersama, makan bersama, jalan-jalan bersama, melihat sesuatu yang tak biasanya kau lihat dalam rutinitas sehari-hari. Alam kadang bisa jadi solusi dalam kepenatan yang ada. Melihat dan menikmati karya indah Sang Pencipta. Untuk kita para pelosokers, hamparan sawit mungkin bisa jadi salah satu destinasi bagus untuk sekedar bercanda, kumpul, dan makan bersama. Selamat berlibur teman-teman.


Kalimat Tauhid

Saya termasuk orang yang masih butuh banyak belajar tentang ilmu agama, saya masih banyak tidak taunya tentang tauhid yang diperbincangkan, tapi hati ini sedih sekaligus marah melihat berita yang sedang hangat saat ini.

Alhamdulillah sejak SMA hingga saat ini dipertemukan dan dikenalkan dengan orang-orang baik yang luar biasa semangatnya untuk menyiarkan agama rahmatan lil alamin ini. Cara berbeda, pemahaman berbeda, tapi tujuan tetaplah satu, selisih pendapat pasti sering tapi bukan berarti mengkucilkan yang lain atau bahkan merasa kajian yang diikutinyalah kajian yang paling benar. Jika kita merasa seperti itu berarti ada yang salah pada diri kita tentang prinsip-prinsip keislaman itu sendiri.

"Kami membakar untuk melindunginya agar tidak berada pada tempat yang salah nantinya".

"Salah???"

"Menurut saya niatnya baik, tapi caranya lah yang salah."

Kenapa tidak dilipat, atau disimpan, atau dipergunakan sebaiknya jika tidak ingin benda tersebut terletak tidak pada tempatnya.

Kenapa?? Kalau boleh saya bilang, karena ada satu titik kebencian dalam hatinya, karena satu titik perasaan dialah yang paling baik dan benar, sehingga muncullah niatan baik itu tapi dilakukan dengan cara yang salah, dengan perasaan emosi di dalam hatinya, dengan hawa nafsu berlebih-lebihan. Saya yakin, jika pada saat itu teman-teman berfikiran jernih niat yang baik itu akan diiringi dengan perbuatan yang baik dan benar pula.

Marilah kita berbenah, marilah kita sama-sama intropeksi diri kita




Ekspektasi Terhadap Orang Lain

Cobalah untuk menurunkan ekspektasimu terhadap orang lain, agar kamu tidak kecewa karena mereka pasti memiliki kekurangan. Sebab kita seringkali tidak bisa memberi ruang pada rasa kecewa di hati kita. 

Cobalah untuk melemaskan egomu terhadap setiap kehendak, agar kamu tidak lelah dalam menjalani hidup. Sebab banyak sekali urusan kita yang harus bersinggungan dengan banyak orang, sementara setiap orang memiliki kehendaknya masing-masing. 


Cobalah untuk melapangkan ruang penerimaan. Sebab, menerima orang lain itu lebih sulit daripada saat menumbuhkan perasaan berharap. Sebab, seringkali kita sulit menerima karena kita seringkali merasa tidak diterima. Dan sekalinya ada yang bersedia menerima kita, kita yang seringkali tidak bisa menerimanya. Membuatnya kecewa dan pergi. 


Cobalah untuk berani mengakui kesalahan. Sebab, hidup ini bukan tentang menang dan kalah. Kebahagiaan yang hakiki tidak hadir karena kita bisa mengalahkan orang lain. Mengakui kesalahan, bersedia untuk bertanggungjawab, bersedia untuk menerima risiko. Adalah sikap-sikap yang akan memudahkan kita dalam memaknai kebahagiaan. Bukankah perasaan bersalah, yang membuat kita sulit bahagia? @kurniawan_gunadi 




Rabu, 07 November 2018

Apa Itu Menikah??

Menikah bukan sekedar gengsi ataupun tuntutan moral. Ia adalah ladang amal yang siap kita tanam dan panen hasilnya. 

Menikah bukan sekedar ikutan tren menikah muda yang banyak diperbincangkan. Ia adalah amanah untuk para kita lelaki, yang memutuskan mengambil tanggung jawab sangat luar biasa yang dipercayakan para orang tua pihak perempuan ke kita. 

Menikah bukan sekedar tinggal bersama dalam 1 rumah. Ia adalah ibadah bagi yang menjalankannnya. Karena saling bertatapannya saja untuk pasangan yang sudah sah adalah ibadah bagi mereka. 

Menikah bukan sekedar aku cinta kamu, kamu cinta aku. Ia adalah komitmen yang dibangun dari 0. 

Menikah bukan sekedar ucapan "selamat atas pernikahannya". Ia adalah awal dari kehidupan baru yang indah. Dimana kau akan selalu ingin cepat pulang dari pekerjaan untuk jumpa dengan keluarga kecilmu. Dimana kau ingin saling bercerita akan aktifitas harianmu. Dimana kau akan saling menebar kebaikan untuk yang lain. Dimana kau akan berbagi suka duka berdua, pahit manis pun berdua. 


Kamis, 18 Oktober 2018

Yuna's First Birthday

Barakallah Yuna bidadari kecil kami.. 

Alhamdulillah sudah 1 tahun sejak 17-10-2017 dirimu hadir di keluarga ini dengan izin Allah. Semoga kami, Abi-Ummi bisa menjaga amanah sebaik mungkin. Flashback setahun lalu, maafin abi ya ummi, gak bisa nemenin ketika lahiran, baru hadir setelah 5 jam pasca lahiran akibat diluar prediksi jadwal kehamilannya. Tapi alhamdulillah saat itu sedang dinas di Jakarta, jadi bisa langsung luncuran ke Sukabumi. 







Setelah kelahiran Yuna, abi juga cuman bisa nemenin ummi dan yuna selama 2 minggu di Sukabumi, karena kerjaan di ujung Borneo yang tak mungkin ditinggalkan. 

"Kenapa tidak lahiran di Kalimantan??" 

Mungkin ada yang bertanya seperti itu hehehe, tapi sulit menjawabnya secara detail. Mungkin kami sebagai orang tua ingin segala proses persalinan sebelum maupun sesudah bisa yang terbaik untuk si kecil. Maklum saat ini Abinya masih jadi pelosokers hehehe. Ketemu Yuna kembali saat usianya sudah 5 bulan. Sakit banget rasanya pisah sama si kecil, cuman bisa dikirimin foto-foto dari sang ummi, mau video call pun harus mencari sinyal diatas bukit (tersiksa dengan sinyal), #cirigenerasimillenialhehehe 

Alhamdulillah usia 5 bulan Yuna udah diajak jalan ke Medan dan langsung terbang ke tanah Borneo untuk menemani Abinya yang kena penyakit malarindu. Besarin Yuna bukan perkara yang mudah, terimakasih buat ummi yang sangat sangat sangat luar biasa ngerawat yuna, kadang terharu banget Abi, Abinya gak ada apa-apanya dibandingkan Ummi. Semoga Allah balas dengan sebaik-baik amalan ke Ummi. Sedih kadang, bahkan sering, hadirnya Yuna membuat kami terkadang lalai bahkan menjauh dari Allah. Astaghfirullah. Harus lebih banyak belajar lagi kitanya ummi. Kadang emosi juga tak terelakkan, sesekali kami kesal dengan Yuna yang nangisnya gak bisa berhenti, maafin abi ummi ya yun. 

Sekarang sudah 1 tahun Yuna, alhamdulillah semakin banyak bisanya, semoga semakin sholehah ya nak, semoga semakin meningkat pula perbaikan diri Abi Ummi untuk bisa menjadi orang tua yang lebih baik lagi. Aamiin. 17-10-2018


Rabu, 14 Maret 2018

Jarak

Kenapa bisa bertahan dengan jarak untuk waktu yang lama??

Karena sungguh jarak ini layaknya bumbu pemanis cinta kami berdua..

Terus kalian mau lebih lama pisah, supaya cinta kalian makin romantis gitu??

Engak dong, kalau jarak yang lebih dekat itu bumbunya extra manis-manis super duper manis, jadi aku milihnya tetep jarak yang deket dengan pasangan hehe

INTINY ITU SIH TINGGAL BAGAIMANA KITA MENTRANSFERKAN MASALAH ATAU BUKAN MASALAH TETAP MENJADI BUMBU CINTA DI KEHIDUPAN KITA..


Senin, 12 Maret 2018

Do That You Wanna Do

Don't do that you look people do, but do that you wanna do..

Kebanyakan orang zaman sekarang melakukan segala sesuatunya melihat apa yang kebanyakan orang lakukan. Mungkin secara tidak langsung kitapun si pembaca bahkan penulis juga seperti itu. Terkadang orang hanya sekedar mengikuti apa yang terjadi saat ini, atau kadang disebut terbawa arus. Awalnya dia akan mengikuti arus tersebut, namun kelamaan dia akan terjebak dalam arus tersebut. Kenapa?? Karena dia tak mampu berenang dalam air. Lalu kenapa ia ikut terjun di dalam air?? Karena dia melihat semua orang terjun dalam air.

Ya seperti itulah kita saat ini, kita melakukan segala sesuatunya karena melihat banyaknya orang yang melakukan hal tersebut, walaupun kita sadar kita tidak ingin dan tidak bisa melakukannya. Stop what you don't wanna do but do everything that you wanna do.



Jalan Lurus

Perjalanan lurus tak selamanya terasa aman, karena yang lurus terkadang membuat si supir merasa ngantuk dan kurangnya fokus, bahkan terkadang ia lupa bahwa jalan yang lurus juga memiliki lubang-lubang yang sama seperti jalan lainnya.


Minggu, 11 Maret 2018

Sebuah Pernikahan

Pernikahan memerlukan kedewasaan dan tanggung jawab yang lebih.

Lebih dari sekedar kemampuanmu dalam berorganisasi. Kemampuanmu untuk bekerja dan menghasilkan uang. Kemampuanmu dalam menjalankan seluruh ibadah dan amalan.

Sebab itulah ia bernilai setengah agama dalam pandangan islam. Sebab, besarnya nilai urusan-urusan yang ada di dalam pernikahan.

Kalau bukan karena rahmat Allah SWT. Tentu kita akan terasa berat menjalaninya. Dan bersyukurlah sebab atas karuniaNya, kita bisa merasa siap dan cukup untuk memulainya.

Dan tentu saja, memulai tidak lebih berat dari mempertahankannya.

Sabtu, 24 Februari 2018

Futur Pasca Menikah

             
Fulanah merasa penat dan gelisah. Setahun menalani kehidupan rumah tangga tenyata terasa berat baginya. Pekerjaan rumah yang menumpuk dari mulai menyapu, mengepel, mencuci piring dan pakaian, menyeterika baju, memasak dan yang lainnya, harus ia kerjakan setiap hari tanpa libur atau cuti. Apalagi sebulan setelah akad dan walimah, dirinya positif berbadan dua. Hari-hari masa kehamilan diwarnai dengan mual muntah, nyeri punggung, kram kaki dan ‘kebiasaan-kebiasaan’ yang menggejala bagi ibu hamil pun ia lalui.   Pasca melahirkan, kesibukannya pun bertambah dengan kehadiran si bayi mungil. Dengan masih melekatnya pekerjaan-pekerjaan rumah tangga sebelumnya, praktis 24 jam waktu yang ia miliki seolah masih sangat kurang. Semakin seabreg rasanya aktivitas harian. Sebenarnya, suami kadang membantu sebagian pekerjan itu meski tak banyak. Suaminya memang tak banyak ia harapkan karena harus membanting tulang mencari nafkah dan sibuk dengan aktivitas dakwah, bahkan tak jarang harus pergi ke luar kota.  

                Rutinitas monoton yang ia jalani saban hari membuat fisiknya layu dan jiwanya kering. Karena jangankan untuk hadir di taklim-taklim penyubur iman dan ilmu, mushaf Qur’an miliknya pun sudah lama tak tersentuh.

                Kondisi demikian memang kerap kita temui. Karena kesibukan setelah menikah apalagi ditambah punya momongan, seorang akhwat yang dulunya rajin ngaji, semangat taklim, dan rakus dengan ibadah sunnah, berguguran justru di ‘medan’ mereka yang sesungguhnya. Pernikahan yang harusnya menjadi penggenap setengah dinnya, justru menjadi kuburan bagi amal yauminya. Dengan alasan sibuk berkutat dalam pekerjaan domestik, ibadah tak lebih sekedar sholat lima waktu dengan sisa waktu dan tenaga.
Hadirkan Hati
                Pada dasarnya, seluruh pekerjaan rumah tangga yang melelahkan adalah bagian dari ibadah itu sendiri. Namun, seringkali hal ini kurang disadari dan dimaknai secara mendalam. Dengan demikian, kita harus berusaha agar selalu menyadari bahwa aktivitas harian kita yang padat dengan pekerjaan rumah tangga adalah ibadah, dan niatkanlah untuk ibadah. Kesadaran itu penting, karena itulah yang membedakan satu  pekerjaan dari hanya sekedar rutin menjadi ibadah. Kata Ibnu Qayyim, ”Orang yang selalu sadar (untuk beribadah) maka pekerjaan rutinnya ibadah, sedangkan orang yang lupa dan lalai maka ibadahnya pun baginya merupakan hal rutin dan kebiasaan saja”.

                Lakukanlah tugas-tugas kerumahtanggaan dengan penuh kerelaan, kelapangan hati dan penuh kesadaran bahwa hal itu merupakan ibadah kepada Allah. Hadirkan selalu hati kita dalam melakukan pekerjaan tersebut. Tanpa kehadiran hati, fisik yang bekerja tak ubahnya robot yang mekanis.
                Kita nikmati saja rutinitas harian kita, karena peran yang kita jalani adalah sebuah anugerah dari Allah yang tidak diberikan pada semua orang. Menjalani peran-peran dengan penuh rasa syukur akan membantu kita menemukan kebahagiaan. Menikmati waktu-waktu kita di rumah tanpa terjebak pada kebisingan dan hiruk pikuk dunia luar, menikmati waktu kita memasak dengan variasi menu dan menata rumah secara artistik, menikmati becengkerama dengan anak-anak dan bermain bersama mereka, semuanya akan menambah keindahan hidup kita.

                Apa-apa yang kita alami dalam letihnya ‘bekerja di rumah’, pada dasarnya juga dialami oleh seluruh ibu rumah tangga lainnya. Mereka mungkin justru lebih payah karena jumlah anaknya lebih banyak, kondisi ekonomi yang kurang baik dibanding kita, atau hal-hal lain yang menunjukkan lebih baiknya keadaan kita dibanding mereka. Jadi santai saja, tak perlu merasa bahwa kita adalah ibu rumah tangga yang ‘diperbudak’ oleh pekerjaan rumah tangga dan kita terjebak di dalamnya. Faktanya, banyak ibu rumah tangga yang menjalaninya dengan baik kok!

                Kisah Fathimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam harusnya menjadi renungan bagi kita. Ia menggiling gandum sendiri untuk membuat kue hingga membekas tebal di kedua tangannya (kapalan). Bayangkanlah bagaimana seorang putri Nabi dan istri seorang shahabat yang mulia, harus menggiling, membuat adonan roti dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya.

                Suatu ketika ia meminta pembantu kepada sang Ayahanda untuk meringankan pekerjaannya. Sang Ayah pun memberikan yang lebih baik bagi putrinya. “Maukah aku tunjukkan yang lebih baik bagi kalian berdua daripada seorang pembantu? Bila kalian berdua hendak berbaring di tempat tidur kalian, bertakbirlah 34 kali, bertahmidlah 33 kali dan bertasbihlah 33 kali. Maka yang demikian itu lebih baik bagi kalian daripada apa yang kalian minta.”

                Inilah wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi putrinya tercinta, Fathimah, seorang pemmpin para wanita penghuni surga. Ketika ia bermaksud meminta seorang pembantu untuk meringankan pekerjaannya kepada Ayahandanya. Bukan pembantu yang Ayahnya berikan, melainkan dzikir yang menenangkan hati dan pikiran.
Siasati dengan baik
                Di sela-sela kesibukan kita, masih banyak peluang untuk menjaring amal ibadah yang bisa menjadi energi untuk mengidupkan ruhiyah dan memberikan asupan bergizi bagi jiwa. Priortaskan yang wajib, baru yang sunnah. Maksimalkan kualitas sholat lima waktu dengan khusyu’. Ibarat mandi lima kali sehari, sholat menjadi penyegar jiwa kita sehari-harinya. Jika sholat fardhu ini bisa dilaksanakan dengan kualtas yang baik, insya Allah efeknya luar biasa pada diri kita.

                 Diantara yang bisa kita lakukan lainnya adalah dengan memanfaatkan sepertiga malam terakhir untuk qiyamul lail, tilawah, dzikir dan muhasabah. Jadikan waktu-waktu ini sebagai “me time” (waktu khusus untuk diri kita). Bisa juga dengan bersama-sama suami. Tentunya, jika suami tidak menghendaki ‘acara malam’ lain berdua.

                Jika merasa berat, kerjakan sedikit-sedikit tetapi rutin. Karena sesunguhnya amalan yang sedikit tapi kontinyu (terus menerus/rutin) itu lebih disukai Allah. Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim). Sempatkan pula sholat dhuha meski hanya dua rakaat. Selain berpahala, sholat dhuha akan menjadi sarana penenang hati yang efektif di tengah kesibukan. Pun jika memungkinkan, upayakan untuk menambah sholat fardhu dengan nafilah. Toh, nambah dua rakaat tak lebih dari 10 menit. Anak rewel? Okelah, tapi  tak setiap sholat anak pasti rewel kan? Sesuaikan saja dengan kondisi yang ada. Allah paling Tahu kok apakah kita benar-benar berudzur atau hanya beralasan saja.

                Sambil menyelam minum air. Hal ini juga bisa kita terapkan dengan mendengarkan murottal dan ceramah sambil beraktivitas. Asalkan, memang benar-benar didengar dan diperhatikan. Karena jika al-Qur’an dibaca, maka kita harus mendengar dan memperhatikannya dengan baik, bukan sambil lalu. Begitu juga dengan dengan dzikir, tentu bisa kita lakukan dengan menyambi melakukan sesuatu.

                Bagaimanapun, tarbiyah diri kita juga merupakan tanggung jawab suami. Bicarakan dengan suami untuk meluangkan waktu—bakda subuh misalnya—setiap sepekan sekali untuk bermajelis berdua dan memberikan taushiyah maupun taklim kepada kita. Termasuk pula, membicarakan kesempatan bagi kita untuk hadir di majelis taklim yang ada diluar.

                Sebuah hal yang lumrah dan wajar jika kita merasa lelah, jenuh, bosan, dan sebagainya. Yang penting, segera atasi perasaan tersebut dan tidak berlama-lama dibuai olehnya. Sejatinya, medan rumah tangga adalah medan tempur yang sebenarnya bagi akhawat. Disinilah tahapan yang menguji kualitas diri dan konsistensi yang dimiliki. Disinilah pertarungan yang sesungguhnya. Justru ketika menjadi istri, menjadi ibu. Petaruhan sebuah keistiqamahan. Mari kita jawab tantangan ini. Futur setelah menikah? No Way! (biidznillah..)

Repost: http://ishlah.blogspot.co.id/2013/10/futur-setelah-menikah.html





Para Penggemban Dakwah

Jumat kemarin, 23-02-2018 kami melakukan kunjungan ke salah satu perkebunan kelapa sawit di perbatasan Indonesia-Malaysia. Ya tempat tinggal kami juga tidak terlalu jauh dari daerah tersebut, berkisar kurang lebih perjalanan darat (menggunakan mobil/motor) 1 jam.

Saat itu kami akan melakukan ibadah sholat Jumat di pemukiman warga (Pondok). Ada hal yang sangat mengetuk hati saya mudah-mudahan teman-teman yang lain juga seperti itu. Ketika adzan selesai berkumandang, disaat seorang khatib harusnya naik ke atas mimbar, jamaah malah saling melihat satu sama lain, saling menunjuk untuk meminta naik ke atas mimbar. Kurang lebih 30 detik seisi mesjid saling menoleh dan melihat satu sama lain.

Astaghfirullah, bahkan saya tidak memberanikan diri untuk bisa maju untuk naik ke atas mimbar, saya coba otak atik hp saya berharap ada materi yang bisa saya bawa karena beberapa minggu sebelumnya saya sempat mengisi khutbah, namun tidak terlihat materinya, dan saya merasa tidak mampu tanpa adanya materi itu,padahal kita seharusnya sebagai pengemban dakwah selalu siap kapanpun dan dimanapun untuk bisa meneruskan dakwah ini walau kita masih tergolong muda. Astaghfirullah inilah potret Islam di daerah terpencil yang harusnya jadi pelajaran untuk saya dan kita semua. Kita bisa saja begitu aktif di dunia kampus dalam dakwah, tapi dunia pasca kampus adalah dunia dakwah sebenarnya.

Mudah-mudahan kita sebagai pengemban dakwah ini, penerus dakwah ini tidak menganggap sholat jumat hanyalah sekedar rutinitas biasa. Pergi ke masjid lalu pulang tanpa membawa apapun, atau malah karena malu dilihat oleh teman yang lain kita tidak melakukan sholat jumat.

Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah. Semoga cerita singkat ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua. Aamiin.

Sungai Biru Estate, 23 Februari 2018.


He/She Is Not Perfect

"Husband said this to his wife: If jannah was a flower, I would pick it for you. If jannah was a bird I would catch it for you. If jannah was a house I’d build it for you. But Since jannah is a place no eye has ever seen, I make dua to Allah to reserve it for you..."

Resign dari Dakwah Pasca Menikah

Resign dari Dakwah Pasca Menikah
=============
Oleh. Annisa Afriliani Hana
(Repost dari salah satu teman)

Kenapa ya banyak pengemban dakwah yang resign dari dakwah pasca menikah? Katanya dakwah poros hidup, tapi demi kenikmatan hidup yang tak seberapa rela meninggalkan jalannya para nabi dan Rasul, dakwah.

Makanya cari partner hidup itu yang juga menjadikan dakwah sebagai poros hidup. Agar menikah menguatkan dakwah, bukan malah melemahkan. Agar menikah mampu membuat kita berkontribusi lebih banyak di jalan dakwah, bukan malah melepaskan diri dari dakwah.

Benarkah cinta kita kepada manusia sanggup mengalahkan cinta kita kepqda Allah? Padahal seharusnya seorang muslim mencintai Allah dan Rasulnya melebihi kecintaannya pada apapun juga. Dia merindu jannah, maka dia akan mengejar keridhoan Allah sampai ajal datang menjemputnya. Tak rela menukar nikmatnya beraktivitas di jalan dakwah dengan sekadar cinta kepada manusia.

Resign dari dakwah pasca menikah seharusnya tak boleh terjadi jika partner hidup kita juga adalah pengemban dakwah. Maka rumah tangga yang terbangun kental dengan ruh perjuangan. Bersama meniti ridho ilahi, bukan hanya tenggelam dalam romantisme tak berkesudahan yang membuat diri kering militansi.

Pertama lepas dari dakwah, lama-lama lepas jilbab (gamis), lama-lama menganggap boleh lepas kaos kaki, hingga lama-lama menghalalkan riba. Dan itu adalah nyata, melepaskan diri dari dakwah dapat menyeret kita menuju kemaksiatan demi kemaksiatan. Semoga Allah karuniakan kepada kita pasangan yang mencintai dakwah sehingga rumah tangga yang terbangun dipenuhi spirit perjuangan.